Finally, Stay at Home Mom.
Kalau udah ada
kata-kata Stay at Home Mom, pasti nggak
jauh-jauh dari pasangannya; Working Mom. Dua-duanya ini nggak bisa dipisahin tapi juga sering kali bersitegang. Hahahaha…
Padahal dua-duanya nggak ada masalah ah. Anaknya oke-oke saja. Semua ada
kelebihan dan kekurangan. Dibawa asik aja si ibu mau dan mampu yang mana. Ibu
saya sendiri seorang working mom
sampai masa dia pensiun. Nggak ada
masalah tuh dengan saya dan ibu saya.
Lalu gimana dengan saya ke anak saya? Nah,
ini yang lagi iseng-iseng ingin saya
tulis… Semoga berkenan membaca ya…
Seingat saya, saya bukan orang yang punya ketertarikan
dengan barang. Apapun itu. Waktu kecil, ada masanya orang punya hobi mengoleksi
sesuatu. Tapi saya? Tidak. Semua cita-cita saya tidak pernah berbentuk barang.
Saat pacar menanyakan mau kado apa, saya selalu bingung harus jawab apa. Midnight sale? I don’t care. Online shop? I
bought what I need.
Setelah menikah kondisi ini pun terus berlanjut. Suami saya
selalu bingung harus kasih kado apa di hari ulang tahun saya. Apalagi setelah
punya anak, jawaban saya hanya satu: RESIGN.
Hahahahaha. Kenapa? Kerjaan nggak
enak? Bukan. Kantor terakhir saya adalah industri perbankan. Saya bekerja di
bagian Internal Communications dan saya SANGAT suka dengan pekerjaan saya. Saya
juga SANGAT nyaman dengan rekan kerja dan lingkungannya. Satu-satunya alasan
saya tidak suka bekerja adalah karena perjalanan yang macet setiap harinya. Tapi
masalah macet udah nggak masuk
itungan kali ya… Di Jakarta mana yang nggak
macet. Lalu kenapa resign?
Karena saya ingin fokus dengan anak saya. Sama halnya dengan
orang lain yang punya cita-cita, ya ini cita-cita saya. Meninggalkan pekerjaan
terakhir saya adalah sesuatu yang berat, tapi menjadi stay at home mom adalah sesuatu yang sudah saya idam-idamkan sejak
lama. Kondisi saya termasuk nyaman. Di rumah ada eyang yang terhitung masih
muda, sangat telaten, dan begitu baik hati. Ibu saya tinggal tidak terlalu jauh
dari rumah, dan saya punya satu asisten rumah tangga yang memuaskan. Meski
beberapa kali ganti, saya dan eyang selalu berhasil manage si mbak supaya bisa bekerja sesuai kebutuhan kami. Support system saya sempurna untuk tetap
bisa bekerja. But still, dream is a
dream. Mimpinya kurang komersil ya? Hahahah…
Proses saya menjadi stay
at home mom pun menurut saya sangat smooth.
Saya merasa ya ini jalannya. Kalau ibarat kata hamil, proses melahirkannya
alami lah. Hahahahha apa sihhh… Dua tahun mengidam-idamkan di
rumah saja, tapi tahu diri kalau itu baru sekedar cita-cita karena pengantin
baru dengan sejuta cicilan. Hahahaha… Yes,
we are the sandwich generation (kalau nggak
ngerti artinya bisa langsung cek Instagram @Joushka aja ya, hehehe). Sampai tiba pada penawaran pensiun
dini yang bisa diajukan seluruh karyawan tanpa kecuali.
Setelah berhitung dan ngobrol panjaaangg dengan para orang
tua, akhirnya izin keluar untuk submit
permohonan. Then, voila, approved!
(Karena nggak semua karyawan yang
submit akan disetujui kantor).
MY DREAM CAME TRUE….
Jadi sekarang kalau ditanya mau kado apa, udah ganti deh
(lagi cari-cari lagi sih sebenernya,
hehehehe) Terus gimana setelah mimpi jadi nyata? Ya, namanya juga manusia ya…
Kurang aja terus. Jauh sebelum keinginan terwujud, persiapan udah mateng banget. Buat usaha kecil-kecilan sejak
masih kerja, untuk buktiin ke suami kalau cita-cita saya nggak main-main. Dan setelah terwujud juga bisa langsung
lanjutin fokus ke Asha dan usaha itu.
Tapi pada perjalanannya, ya ada aja perasaan nggak berguna, nggak ada kerjaan, dan semacamnya. Padahal kerja sampingan -yang
sekarang sudah bukan sampingan lagi- tetap ada dan berjalan baik. Belum lagi
seharian bersama anak membuat kita waras nggak
waras, bosen nggak bosen, dan emosi nggak emosi. But you know what?
Sekarang saya mulai mengerti kenapa bersama ibu adalah yang
terbaik (untuk yang working mom,
masa-masa di rumah ya masa yang terbaik dan menyenangkan. Apalagi setelah
seharian me time dengan bekerja -buat
saya bekerja itu me time karena
menyenangkan-). Untuk saya yang di Rumah, bersama anak 24 jam penuh membuat
kita bisa melihat perkembangan dia. Melihat kekurangan kita akan apa yang perlu
kita didik ke si kecil. Contoh kecil yang mulai terasa, karena saya dan
keluarga Islam, kita ingin Asha tumbuh dengan pemahaman agama yang bagus. Anak
saya terbiasa melihat papanya ke mushalla atau melihat saya shalat dan mengaji.
Tapi baru setelah saya di rumah saya melihat Asha mau terus menerus shalat
berjamaah dan ikut berisik mengaji bersama saya. Asha pun menunjukkan
perkembangan pesat akan kemampuan dia berpikir dari buku-buku yang saya bacakan
atau pertanyaan yang saya ajukan. Kemampuan dia bertanggung jawab atas apa yang
dia lakukan juga semakin baik. Oiya, Asha saat ini tiga tahun dan belum
sekolah. Perubahan ini juga tentunya tidak langsung ya…. Sekitar setengah tahun
setelah resign baru saya ngeh dengan kemajuan itu.
Can working mom be
like this? Bisa banget! Anak kan cuma perlu contoh. Yang perlu dipastikan
ya support system yang di rumah.
Pastikan mereka memberikan contoh yang kita harapkan dan si anak butuhkan. Tapi
memang melihat perkembangan ini sangat priceless.
Dan yang terpenting, saya yang banyak belajar dari Asha, bahwa saya harus terus
belajar untuk menjadi yang terbaik karena Asha meniru dan belajar dari saya.
Comments
Post a Comment